Rumah Sakit Pemerintah Harus ‘The
Best’
Oleh DR.Dr.Umar Zein
Oleh DR.Dr.Umar Zein
(Telah dimuat di Harian Waspada
Tgl.30 Maret 2010)
Rumah Sakit (RS) adalah sebuah institusi perawatan kesehatan profesional yang pelayanannya disediakan oleh dokter, perawat, dan tenaga ahli kesehatan lainnya. Secara umum, rumah sakit pemerintah dengan rumah sakit swasta di Indonesia sangat jauh berbeda. Masyarakat menganggap dan mengalami bahwa pelayanan di rumah sakit swasta jauh lebih baik dari pada RS pemerintah. Padahal kelebihan dari RS pemerintah adalah karena milik pemerintah, berarti “toke”nya adalah pemerintah, apakah itu pemerintah pusat, pemerintah provinsi, ataupun pemerintah kabupaten/kota. Karena pemiliknya adalah pemerintah, maka RS pemerintah punya beberapa kelebihan, yaitu:
o Anggarannya disediakan oleh pemerintah. Mulai dari pembangunan fisik, rehabilitasi dan renovasi, penyediaan alat-alat kesehatan, biaya maintenance, gaji sebagian besar karyawannya ditanggung pemerintah, obat-obatannya juga dibeli dengan anggaran pemerintah.
o Kalau RS Pemerintah di Ibu Kota Provinsi yang ada Fakultas Kedokterannya, biasanya juga merangkap sebagai RS Pendidikan. Disini lebih banyak lagi kelebihannya, karena semua dokter ahli dan Guru Besar juga bertugas rangkap di RS disamping sebagai staf pengajar. Dalam hal ini RS Pemerintah mendapat nilai ganda, karena tenaga spesialis dan sub-spesialisnya tidak harus digaji khusus oleh RS. Demikian juga dokter peserta didik spesialis yang merupakan ujung tombak layanan spesialis bertugas full time tanpa harus digaji khusus oleh RS. Demikian juga peserta didik calon dokter, calon perawat dan calon bidan yang melaksanakan praktek lapangan di RS tersebut, akan menambah lengkapnya pelayanan terhadap pasien, karena mereka bertugas sebagai tenaga kesehatan pelengkap membantu dokter dan perawat yang ada. Mereka menjadi tenaga pendamping yang potensial, dan bukan menjadi beban RS, bahkan sebagai salah satu sumber pemasukan dana bagi RS dari institusi pendidikan kesehatan. Anggapan masyarakat terhadap peserta didik yang menjadikan pasien sebagai “kelinci percobaan” bagi mereka adalah tidak benar. Karena peserta didik yang bekerja di RS Pendidikan senantiasa dibawah pengawasan dan bimbingan staf pengajar dan senior mereka.
o RS Pemerintah sebagai RS Pendidikan merupakan sentra penelitian dan pengembangan Ilmu Kedokteran dan Ilmu Kesehatan lainnya. Sehingga RS Pemerintah memberikan kontribusinya dalam mengembangan khasanah Ilmu Kedokteran melalui Departemen/Cabang Ilmu Kedokteran yang ada, seperti Ilmu Bedah, Kebidanan dan Kandungan, Kardiologi, THT, Mata, dan lainnya.
o RS Pemerintah mempunyai akses dan link dengan RS Pemerintah lainnya diberbagai sentra pendidikan Kedokteran di seluruh Indonesia, bahkan bisa juga menjalin akses ke sentra Pendidikan Kedokteran di luar Indonesia dalam kerja sama penelitian dan eksperimen kedokteran.
Kesemua kondisi dan keadaan diatas tidak dipunyai oleh RS Swasta manapun di Indonesia. Malah RS Swasta umumnya merekrut tenaga dokter ahli dari RS Pemerintah yang ada. RS Swasta tidak dapat menjalankan fungsinya tanpa ada bantuan dari tenaga-tenaga kesehatan dari RS Pemerintah. Jadi jelas, bahwa RS Pemerintah seharusnya menjadi RS dengan pelayanan terbaik, berdasarkan potensi-potensi yang dimilikinya tersebut. Tapi anehnya, RS Pemerintah tidak mampu mengoptimalkan potensi-potensinya serta tidak sepenuhnya memanfaatkan peluang-peluang besar yang dipunyainya. Bahkan terkesan RS Pemerintah layaknya unit pelayanan kesehatan yang serba kekurangan. Kekurangan dana, kekurangan tenaga, kekurangan peralatan, kekurangan kepedulian, kekurangan perhatian, dan berbagai kekurangan-kekurangan lainnya. Dan anehnya lagi, masyarakat dan personil pemerintah serta personil legislatif sendiri malah selalu menyalahkan dan menghujat layanan kesehatan RS Pemerintah, layaknya RS Pemerintah bukan milik mereka dan mereka tidak mempunyai tanggung jawab dalam memajukan RS tersebut. Padahal, RS Swasta bisa melaksanakan pelayanan kesehatan dan menggaji karyawannya hanya dari pembayaran pasien, sedangkan manajemennya tidak jauh berbeda.
Manajemen Rumah Sakit
Secara sederhana, manajemen RS disamping melaksanakan pelayanan pasien di bidang medik berupa tindakan kuratif, rehabilitatif dan preventif, juga mempunyai komponen non medik yang mempengaruhi pelayanan medik. Komponen itu adalah: pelayanan penginapan pada pasien rawat inap, pelayanan katering dan gizi, pelayanan londre dan cleaning service, pelayanan perparkiran, pelayanan telekomunikasi/customer service, dan pelayanan sampah dengan limbah rumah sakit. Kombinasi beberapa komponen inilah yang membuat manajemen rumah sakit bisa dipandang pelik, tapi bisa juga dipandang unik. Dipandang pelik karena masing-masing komponen membutuhkan ahli untuk pengelolaannya. Dipandang unik, karena masing-masing komponen mempunyai peluang-peluang untuk dikembangkan menjadi unggulan rumah sakit. Di Bangkok, ada RS Pemerintah yang dibangun dengan sarana pasar swalayan/super market di satu tingkat dan food court di bagian lainnya. Ada juga RS dengan sarana perparkiran yang dikelola khusus oleh pihak swasta. RS juga membutuhkan sarana hostel/penginapan untuk para keluarga pasien yang menjenguk atau menjaga, yang letaknya bisa di lingkungan RS atau diluar lingkungan RS yang tidak terlalu jauh.
Peluang RS Pemerintah
Perkembangan layanan RS berkaitan dengan perkembangan teknologi kedokteran dan perkembangan ilmu kedokteran secara umum. Metodologi pengobatan dan jenis obat yang ditemukan dari tahun ke tahun terus berubah dan berkembang. Demikian juga metode diagnostik terus berubah sejalan dengan ditemukannya alat diagnostik yang semakin baik. Perkembangan ini mestinya harus mampu diikuti dan diaplikasikan oleh RS Pemerintah melalui unit penelitian dan pengembangan (Research & Development) RS dan bekerja sama dengan Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah dan Unit Penelitian di Fakultas Kedokteran. RS Pemerintah sebagai RS Pendidikan adalah suatu potensi yang tidak dimiliki oleh RS Swasta. RS Pemerintah setiap tahunnya mendapat anggaran dari APBD dan APBN juga suatu potensi yang tidak didapat oleh RS Swasta. Kedua potensi besar ini sesungguhnya menjadi kekuatan yang luar biasa untuk menjadikan RS Pemerintah menjadi The Best dan menjadi kebanggaan masyarakat dan menjadi Medical Centre. Hal ini sesuai dengan definisi RS menurut WHO Expert Committee on Organization of Medical Care: is an integral part of social and medical organization, the function of which is to provide for the population complete health care, both curative and preventive and whose out patient service reach out to the family and its home environment; the hospital is also a centre for the training of health workers and for biosocial research.
Dengan demikian tidak ada lagi RS Pemerintah yang mengeluh kekurangan tempat tidur, kekurangan peralatan medis, kekurangan dana, kekurangan tenaga ahli, apalagi kekurangan pasien. Sehingga RS benar-benar menjadi Hospital. Dalam sejarah perkembangannya, selama abad pertengahan rumah sakit juga melayani banyak fungsi di luar rumah sakit yang kita kenal di zaman sekarang, misalnya sebagai penampungan orang miskin atau persinggahan musafir. Istilah hospital berasal dari kata Latin, hospes (tuan rumah), yang juga menjadi akar kata hotel dan hospitality (keramahan, kenyamanan).
Rumah Sakit (RS) adalah sebuah institusi perawatan kesehatan profesional yang pelayanannya disediakan oleh dokter, perawat, dan tenaga ahli kesehatan lainnya. Secara umum, rumah sakit pemerintah dengan rumah sakit swasta di Indonesia sangat jauh berbeda. Masyarakat menganggap dan mengalami bahwa pelayanan di rumah sakit swasta jauh lebih baik dari pada RS pemerintah. Padahal kelebihan dari RS pemerintah adalah karena milik pemerintah, berarti “toke”nya adalah pemerintah, apakah itu pemerintah pusat, pemerintah provinsi, ataupun pemerintah kabupaten/kota. Karena pemiliknya adalah pemerintah, maka RS pemerintah punya beberapa kelebihan, yaitu:
o Anggarannya disediakan oleh pemerintah. Mulai dari pembangunan fisik, rehabilitasi dan renovasi, penyediaan alat-alat kesehatan, biaya maintenance, gaji sebagian besar karyawannya ditanggung pemerintah, obat-obatannya juga dibeli dengan anggaran pemerintah.
o Kalau RS Pemerintah di Ibu Kota Provinsi yang ada Fakultas Kedokterannya, biasanya juga merangkap sebagai RS Pendidikan. Disini lebih banyak lagi kelebihannya, karena semua dokter ahli dan Guru Besar juga bertugas rangkap di RS disamping sebagai staf pengajar. Dalam hal ini RS Pemerintah mendapat nilai ganda, karena tenaga spesialis dan sub-spesialisnya tidak harus digaji khusus oleh RS. Demikian juga dokter peserta didik spesialis yang merupakan ujung tombak layanan spesialis bertugas full time tanpa harus digaji khusus oleh RS. Demikian juga peserta didik calon dokter, calon perawat dan calon bidan yang melaksanakan praktek lapangan di RS tersebut, akan menambah lengkapnya pelayanan terhadap pasien, karena mereka bertugas sebagai tenaga kesehatan pelengkap membantu dokter dan perawat yang ada. Mereka menjadi tenaga pendamping yang potensial, dan bukan menjadi beban RS, bahkan sebagai salah satu sumber pemasukan dana bagi RS dari institusi pendidikan kesehatan. Anggapan masyarakat terhadap peserta didik yang menjadikan pasien sebagai “kelinci percobaan” bagi mereka adalah tidak benar. Karena peserta didik yang bekerja di RS Pendidikan senantiasa dibawah pengawasan dan bimbingan staf pengajar dan senior mereka.
o RS Pemerintah sebagai RS Pendidikan merupakan sentra penelitian dan pengembangan Ilmu Kedokteran dan Ilmu Kesehatan lainnya. Sehingga RS Pemerintah memberikan kontribusinya dalam mengembangan khasanah Ilmu Kedokteran melalui Departemen/Cabang Ilmu Kedokteran yang ada, seperti Ilmu Bedah, Kebidanan dan Kandungan, Kardiologi, THT, Mata, dan lainnya.
o RS Pemerintah mempunyai akses dan link dengan RS Pemerintah lainnya diberbagai sentra pendidikan Kedokteran di seluruh Indonesia, bahkan bisa juga menjalin akses ke sentra Pendidikan Kedokteran di luar Indonesia dalam kerja sama penelitian dan eksperimen kedokteran.
Kesemua kondisi dan keadaan diatas tidak dipunyai oleh RS Swasta manapun di Indonesia. Malah RS Swasta umumnya merekrut tenaga dokter ahli dari RS Pemerintah yang ada. RS Swasta tidak dapat menjalankan fungsinya tanpa ada bantuan dari tenaga-tenaga kesehatan dari RS Pemerintah. Jadi jelas, bahwa RS Pemerintah seharusnya menjadi RS dengan pelayanan terbaik, berdasarkan potensi-potensi yang dimilikinya tersebut. Tapi anehnya, RS Pemerintah tidak mampu mengoptimalkan potensi-potensinya serta tidak sepenuhnya memanfaatkan peluang-peluang besar yang dipunyainya. Bahkan terkesan RS Pemerintah layaknya unit pelayanan kesehatan yang serba kekurangan. Kekurangan dana, kekurangan tenaga, kekurangan peralatan, kekurangan kepedulian, kekurangan perhatian, dan berbagai kekurangan-kekurangan lainnya. Dan anehnya lagi, masyarakat dan personil pemerintah serta personil legislatif sendiri malah selalu menyalahkan dan menghujat layanan kesehatan RS Pemerintah, layaknya RS Pemerintah bukan milik mereka dan mereka tidak mempunyai tanggung jawab dalam memajukan RS tersebut. Padahal, RS Swasta bisa melaksanakan pelayanan kesehatan dan menggaji karyawannya hanya dari pembayaran pasien, sedangkan manajemennya tidak jauh berbeda.
Manajemen Rumah Sakit
Secara sederhana, manajemen RS disamping melaksanakan pelayanan pasien di bidang medik berupa tindakan kuratif, rehabilitatif dan preventif, juga mempunyai komponen non medik yang mempengaruhi pelayanan medik. Komponen itu adalah: pelayanan penginapan pada pasien rawat inap, pelayanan katering dan gizi, pelayanan londre dan cleaning service, pelayanan perparkiran, pelayanan telekomunikasi/customer service, dan pelayanan sampah dengan limbah rumah sakit. Kombinasi beberapa komponen inilah yang membuat manajemen rumah sakit bisa dipandang pelik, tapi bisa juga dipandang unik. Dipandang pelik karena masing-masing komponen membutuhkan ahli untuk pengelolaannya. Dipandang unik, karena masing-masing komponen mempunyai peluang-peluang untuk dikembangkan menjadi unggulan rumah sakit. Di Bangkok, ada RS Pemerintah yang dibangun dengan sarana pasar swalayan/super market di satu tingkat dan food court di bagian lainnya. Ada juga RS dengan sarana perparkiran yang dikelola khusus oleh pihak swasta. RS juga membutuhkan sarana hostel/penginapan untuk para keluarga pasien yang menjenguk atau menjaga, yang letaknya bisa di lingkungan RS atau diluar lingkungan RS yang tidak terlalu jauh.
Peluang RS Pemerintah
Perkembangan layanan RS berkaitan dengan perkembangan teknologi kedokteran dan perkembangan ilmu kedokteran secara umum. Metodologi pengobatan dan jenis obat yang ditemukan dari tahun ke tahun terus berubah dan berkembang. Demikian juga metode diagnostik terus berubah sejalan dengan ditemukannya alat diagnostik yang semakin baik. Perkembangan ini mestinya harus mampu diikuti dan diaplikasikan oleh RS Pemerintah melalui unit penelitian dan pengembangan (Research & Development) RS dan bekerja sama dengan Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah dan Unit Penelitian di Fakultas Kedokteran. RS Pemerintah sebagai RS Pendidikan adalah suatu potensi yang tidak dimiliki oleh RS Swasta. RS Pemerintah setiap tahunnya mendapat anggaran dari APBD dan APBN juga suatu potensi yang tidak didapat oleh RS Swasta. Kedua potensi besar ini sesungguhnya menjadi kekuatan yang luar biasa untuk menjadikan RS Pemerintah menjadi The Best dan menjadi kebanggaan masyarakat dan menjadi Medical Centre. Hal ini sesuai dengan definisi RS menurut WHO Expert Committee on Organization of Medical Care: is an integral part of social and medical organization, the function of which is to provide for the population complete health care, both curative and preventive and whose out patient service reach out to the family and its home environment; the hospital is also a centre for the training of health workers and for biosocial research.
Dengan demikian tidak ada lagi RS Pemerintah yang mengeluh kekurangan tempat tidur, kekurangan peralatan medis, kekurangan dana, kekurangan tenaga ahli, apalagi kekurangan pasien. Sehingga RS benar-benar menjadi Hospital. Dalam sejarah perkembangannya, selama abad pertengahan rumah sakit juga melayani banyak fungsi di luar rumah sakit yang kita kenal di zaman sekarang, misalnya sebagai penampungan orang miskin atau persinggahan musafir. Istilah hospital berasal dari kata Latin, hospes (tuan rumah), yang juga menjadi akar kata hotel dan hospitality (keramahan, kenyamanan).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar